Kamis, 10 Mei 2018

Launching Murid Jujur di SMK Negeri 1 Slawi, Tegal

Bagi para pecinta IT  yang ingin bergabung  dengan Cybereye  Community, dapat  meregister kesertaan  melalui web atau  download aplikasi  komunitas melalui  play store.

Cybereye Community mengajak masyarakat untuk peduli pada perkembangan Informasi dan Teknologi (IT). Tidak hanya sebagai pengguna, komunitas ini merangsang masyarakat untuk terlibat aktif dalam bidang IT. Yang sudah terbiasa dengan IT, Cybereye Community mengajak publik untuk mengupgrade kemampuan menggunakan perangkat IT, baik hardware maupun software. Sebab, dengan menguasai IT maka masyarakat tidak hanya sebagai pengguna dapat menjadi pencipta sebuah aplikasi.

“Teknologi akan selalu berkembang dan terus berkembang. Dunia IT akan terus melaju. Maka, kita ingin masyarakat melek IT. Kita akan share tentang teknologi ke masyarakat di sekitar kita,” ujar Edi Kurniawan, CEO dan pendiri Cybereye Community yang ditemui di salah satu kafe dibilangan Tebet, Jakarta, Rabu (18/4). Informasi yang ingin dibagi tidak sekadar menggunakan aplikasi melainkan membuat atau build sebuah aplikasi.
Sehingga nantinya, mereka dapat menjadi seorang seperti Mark Zuckerberg yang telah sukses dengan facebook-nya. Adanya kasus pengambilan data pengguna facebook Indonesia yang sempat gempar dapat menjadi pelajaran. Sebagai pemilik aplikasi, negara lain dapat mengambil data-data tersebar di media sosial melalui sebuah aplikasi. ”Jadi, kenapa kita tidak bikin sendiri,” ujar Edi tanpa bermaksud anti dengan produk asing. Menurut Edi, dengan membuat aplikasi, otomastis data, yang kini telah menjadi investasi, dapat terselamatkan dari incaran negara lain. “Kita memberikan wacana, data kalian tidak keluar lho, kalau di facebook data kalian keluar,” ujar laki-laki berusia 28 tahun ini.
Intinya, Cybereye Community menjadi komunitas untuk mempelajari IT. Apalagi, perkembangan IT dari waktu ke waktu membutuhkan pembelajaran secara terus menerus. Sebagai bagian teknologi, IT tidak sekadar membantu aktifitas keseharian, namun penggunanya dapat menciptakan sejumlah aplikasi dan menjadikannya sebagai perangkat produktif. Saat ini, komunitas bisa diikuti secara personal maupun sekolahan. Bagi para pecinta IT yang ingin bergabung dapat meregister kesertaan melalui web atau down load aplikasi komunitas melalui play store. Dari dua pintu tersebut menjadi celah untuk mempelajari IT secara lebih lanjut.
Program terbaru komunitas yang baru mengeluarkan aplikasi Murid Jujur berupa Mou atau perjanjian kerja sama dengan sejumlah SMK dan SMA, tercatat ada 23 SMA dan SMK di Tegal, Jawa Tengah dan 3 SMA dan SMK di Jakarta. “Tujuannya, kita mau lulusan SMK tidak ada gap dengan industri,” ujar dia. Programnya adalah pembuatan silabus yang nantinya akan masuk ke kurikulum. Sehingga, murid-murid lulus SMK dapat langsung terserap dalam dunia industri tanpa melakukan training terlebih dahulu karena telah memiliki pengalaman. Selain itu, Edi kerap melakukan training di STMIK Indonesia yang tidak lain merupakan almameternya.
Cybereye Community menjadikan sekolah dalam sebuah grup. Masing-masing sekolah akan memberikan informasi keunggulan tentang materi pembelajarannya, missal sekolah yang unggul dalam RPL (Rekayasa Perangkat Lunak) atau mobile android. Edi yang menyimpan data komunitas sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) menganggap hal tersebut bukan menjadi sebuah persaingan namun pengayakan. Karena tidak mungkin, satu sekolah memiliki keunggulan di semua bidang.
Di sisi lain, industri akan lebih mudah mencari sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu. Di sisi lain, keberadaan Cybereye Community menjadi jembatan informasi beasiswa yang diberikan oleh sejumlah perusahaan teknologi yang selama ini hampir tidak diketahui.
Edi yang berkerja di perusahaan software engeneering ini mencermati perusahaan seperti Google memiliki beasiswa yang jarang diketahui masyarakat umum. Samsung merupakan perusahaan yang memiliki laboratorium. Alhasil, komunitas menjadi patner untuk memenuhi kebutuhan industri maupun sumber daya manusia. Edi yang sejak 2018 memfokuskan kegiatan pada Internet of Think dan mobile development mengatakan komunitas dibentuk tidak lain untuk membangun sumber daya manusia.
“Kita membuild SDM nya lalu masyarakat akan memanfaatkan sebagai UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah),” ujar dia. Laki-laki yang menjadi direktur teknologi di perusahaan software engineering ini mendirikan komunitas bersama rekannya Reno Finsa A,co founder bermaksud membagikan ilmunya secara sosial.
Komunitas yang antara lain dijadikan sebagai sarana dakwah ini tidak membebankan biaya pada para anggotanya yang terdiri dari sekolah maupun masyarakat umum, kecuali akun di setiap sekolah dibebankan biaya senilai 100 ribu rupiah per bulan. Dengan cara tersebut, pengetahuan IT yang dimilikinya menular ke masyarakat lainnya. din/E-6

Belajar Bersama dan Pantau Tren Teknologi

Teknologi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pesatnya perkembangan teknologi menuntut setiap pelakukan untuk up grade teknologi. Belajar bersama menjadi cara efektif agar tidak ketinggalan teknologi teranyar. Pratomo, 46, guru bidang studi TIK dan Kepala Program Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) SMK 1 Slawi, Tegal, Jawa Tengah merasakan manfaat belajar bersama untuk meng-upgrade pengetahuan teknologi.
“Kami memerlukan untuk mensinkronkan antara materi yang diajarkan di sekolah dan yang dibutuhkan industri saat ini,” ujar dia tentang alasan sekolahnya bergabung dengan Cybereye Community. Karena kerap dijumpai, sekolah masih menggunakan bahasa pemrograman lama yang tidak sesaui dengan kebutuhan industri, seperti pemograman pascal. Sehingga, lulusannya tidak bisa langsung terserap dalam dunia industri karena hanya menguasai materi pemprograman dasar. “Maka mau tidak mau, anak kami harus belajar dari awal lagi. Itu yang membuat kami kasihan,” ujar dia.
Karena alasan tersebut, dia dan sekolah tergabung dalam komunitas. Meski silabus yang diberikan komunitas bukan dari kurikulum nasional, Pratomo mengatakan bahwa silabus dari komunitas hanya sebagai acuan. “Karena, kalau sebagai guru tidak bisa mengikuti tren teknologi, khususnya bahasa pemprograman, nanti anak didik kita yang menjadi korban,” ujar dia. Selain itu, pengetahuan yang diperoleh di luar kurikulum bukan berarti mencederai panduan pengajaran tersebut.
Malah sebagai guru, Pratomo berpandangan harus bisa memberikan pembelajaran yang inovatif dan mampu membekali siswa dengan kompetensi yang berkembang tahun ini dan di masa yang akan datang. Irma Yanti, 27, Trainee Web Developer, Whita Aplikasi Nusantara mengatakan sudah selayaknya perempuan meng-upgrade pengetahuan teknologi informasinya. “TI mampu membantu membentuk pola pikir, mengukur semangat, dan berpikir cepat namun bijak,” ujar dia.
Selain itu, IT dapat dilakukan dimana saja memungkinkan perempuan untuk mengembangkan diri tanpa terikat ruang dan waktu. Sampai hari ini, Irma masih terus mengembangkan kemampuan diri untuk membuat aplikasi online. Menurut dia, pembuatan aplikasi yang tengah marak di masyarakat bukan pekerjaan gampang.
Selain terkait dengan pengkodean, konten aplikasi menjadi salah satu pertimbangannya. Namun ia tidak patah semangat bersama teman-temannya di komunitas. Dia terus memperbaharui kemampuan teknologinya. din/E-6

Apresiasi Positif untuk “Developer” Perempuan

Teknologi kerap identik dengan laki-laki, padahal teknologi tidak mengenal gender. Baik, laki-laki maupun perempuan sama-sama menyukai dan mampu mengoperasikan teknologi. Dalam catatan pendiri Cybereye Community, Edi Kurniawan, perempuan bahkan dianggap lebih unggul dalam bidang tertentu, seperti program developer. Edi mengatakan perempuan memiliki keunggulan dibanding laki-laki dalam menangani teknologi. Perempuan dianggap lebih teliti dan mau mengembangkan aplikasi yang dihasilkannya.
“Kalau cowok, kalau sudah bisa menguasai ya sudah,” ujar dia. Beda dengan perempuan yang bahkan mampu menolak jika suatu konsep aplikasi tidak memiliki manfaat. Maka tak heran, jika perusahaan sebesar Google maupun Facebook menggunakan pekerja perempuan untuk developernya mengingat kemampuan yang dimiliki pekerja tersebut. “Di Google maupun FB (facebook), sebanyak 60 sampai 70 persen developer-nya kebanyakan cewek,” ujar dia.
Laki-laki yang terkenal cepat mengambil keputusan bukannya tidak memiliki kapasitas yang maksimal dalam bidang teknologi. Namun bidang kerja teknologi ada penyelesaian kerja yang terkait denganproject management dan product management. “Kalau project management terkait dengan time line kalau product managemen terkait bahwa produk tersebut bermanfaat,” ujar dia. Sayangnya sampai saat ini, teknologi masih dipandang sebagai sarana konsumtif. Masyarakat belum menganggap teknologi sebagai perangkat produktif.

Jumlahnya sebanyak 60 persen yang menganggap teknologi sebagai sarana konsumtif . Lalu 40 persen saja yang menganggap sebagai bagian produktif.
Padahal, teknologi dapat menjadi alat produktif untuk menunjang ekonomi. Menjadi reseller merupakan langkah awal menjadikan teknologi sebagai perangkat produktifnya. Dalam pembelajaran tingkat lanjut, mereka dapat membuat starup yang telah menjadi ekosistem dalam dunia maya. din/E-6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Apa beda Linux dan Windows?

Saya tadi siang diminta teman (tetangga rumah) melalui milis perumahan untuk menjelaskan apa itu Linux dan Open Source dengan bahasa awam. S...